BANGKA — Ratusan unit perahu nelayan tidak bisa lagi menggunakan alur muara Air Kantung untuk berlabuh di dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Jelitik, karena kondisi alur muara tersebut kini sudah buntu total.
Tokoh pemuda sekaligus mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Bangka, Ratno Daeng menuturkan, kondisi alur muara Air Kantung saat ini adalah yang terparah sepanjang sejarah.
“Sekarang ini kondisi alur muara Air Kantung itu sudah sangat parah. Bahkan yang terparah sepanjang sejarah. Menurut data tahun 2021 lalu, ada 908 perahu nelayan yang terdata berlabuh dan bongkar muat di dermaga PPN Jelitik, belum termasuk perahu yang singgah – singgah dan perahu kecil atau kolek-kolek,” ungkap Ratno di Sungailiat, Jum’at malam (13/5).
Lanjut Ratno, hampir semua aktivitas nelayan yang berlabuh dan bongkar muat di dermaga PPN Jelitik menggunakan alur muara itu untuk keluar atau masuk ke dermaga. Namun sejak beberapa bulan belakangan ini, perahu nelayan kesulitan untuk keluar atau masuk ke dermaga, karena kondisi alur muara yang tidak bisa lagi dilalui.
Senada dengan Ratno, Daeng Kandar, salah satu nelayan setempat mengatakan, kondisi terkini alur muara Air Kantung atau muara Sungai Jelitik itu sudah buntu total.
“Kalau air surut, sampai kolek-kolek pun tak bisa lewat, bahkan kita bisa jalan kaki di situ,” ujarnya.
Kandar berharap pemerintah pusat mau pun pemerintah daerah segera bertindak, agar masalah pendangkalan alur muar air kantung itu segera teratasi.
“Cobalah Pj Gubernur datang ke sini, lihat langsung kondisi alur muara itu. Pada dasarnya, bagi kami siapa pun yang mengerjakannya silakan saja, yang penting perahu kami para nelayan ini bisa keluar masuk dari dan ke dermaga,” imbuhnya.
Menurut Kandar, kondisi ini sudah terjadi sejak aktivitas PT Pulomas Sentosa berhenti, lantaran perizinannya dicabut oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sejak PT Pulomas menghentikan kegiatannya, setiap hari kondisi alur muara semakin dangkal dan akhirnya buntu total, lantaran tidak ada yang melakukan pengerukan dan pendalaman.
“Kalau dulu masih ada PT Pulomas, walau pun terjadi pendangkalan, tapi perahu nelayan masih bisa lewat, tidak harus menunggu air laut pasang. Karena di mulut muara itu oleh PT Pulomas dibantu keruk pakai Ekscavator, jadi alurnya tetap terbuka,” bebernya.
Masih kata Kandar, sekarang kebanyakan perahu nelayan berlabuh di Pangkal Balam atau di Pantai Rebo. Karena sandar di dermaga milik pribadi, perahu nelayan asal Sungailiat dikenakan biaya tambat labuh sebesar Rp 75.000 per hari.
“Semenjak alur muara Air kantung tidak bisa lagi dilewati, sekarang para nelayan Sungailiat bongkar muat dan tambat labuh di Pelabuhan Jeruk Pangkal Balam. Karena itu pelabuhan milik pribadi, jadi kami dikenai biaya Rp 75.000 sehari,” kata dia.
Terpisah, kuasa hukum PT Pulomas Sentosa DR. Adystia Sunggara, SH. MH, membenarkan kondisi alur muara Air Kantung atau alur muara Sungai Jelitik sudah sangat parah, bahkan nelayan tidak dapat lagi menggunakan alur muara tersebut sebagaimana keterangan saksi nelayan dipersidangan Tata Usaha Negara Jakarta.
“Iya, kondisi alur muara Sungai Jelitik sangat parah, pasca pencabutan izin lingkungan PT Pulomas Sentosa yang saat ini masih dalam sengketa TUN. Miris tindakan Gubernur mencabut izin lingkungan yang nyata-nyata telah membawa dampak negatif. Alur muara menjadi dangkal dan tertutup total, nelayan tidak bisa menggunakan lagi alur itu untuk beraktivitas,” terangnya.
Kata Adystia, selain menimbulkan konflik hukum, tindakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung mencabut perizinan PT Pulomas Sentosa adalah suatu tindakan pemerintah yang keliru, dan tidak ada tanggung jawab atas dangkalnya alur muara Air Kantung.
“Gubernur Erzaldi bahkan memberikan pekerjaan kepada pihak lain yang nyata-nyata tidak memiliki legalitas perizinan berdasarkan Permenhub, bahkan tidak ada izin lingkungan untuk melakukan pendalaman alur muara Air Kantung atau Sungai Jelitik,” bebernya.
Hal ini, lanjut Adystia, menunjukan dan mempertontonkan kekeliruan Gubernur Erzaldi dalam menjalankan tindakan pemerintahan, dan menyuruh melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dampaknya terhadap nelayan pengguna alur muara Air Kantung atau Sungai Jelitik, yang kini sangat kehilangan manfaat penggunaan.
“Ya, Gubernur Erzaldi harus bertanggung jawab atas keadaan alur muara Sungai Jelitik saat ini, karena telah keliru mencabut izin lingkungan PT Pulomas, sehingga terhenti kegiatan pengerikan alur muara Sungai Jelitik dan bersengketa di TUN. Namun ternyata dia memberikan pekerjaan pendalaman alur muara kepada pihak lain tanpa izin lingkungan, itu jelas arogan dan sewenang-wenang tindakan tersebut, yang tidak membawa hal baik dari sisi manfaat dan kepentingan masyarakat nelayan dalam mengambil keputusan,” kata dia.
Adystia berharap Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaludin, sudah mendengar aspirasi nelayan setempat atas kondisi alur muara Air Kantung atau Sungai Jelitik saat ini.
“Nelayan minta Penjabat Gubernur datang dan melihat langsung kondisi alur muara Sungai Jelitik, kita berharap Bapak Ridwan Djamaludin sudah mendengar dan mau bertindak cepat untuk mengatasi alur muara yang kini sudah buntu total itu,” demikian Adystia.
KABARBANGKA.COM masih mengupayakan konfirmasi kepada mantan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman. Namun hingga berita ini dimuat, belum diperoleh tanggapannya. (Romlan)