PANGKALPINANG — Bersama Asosiasi Petani Kepala Sawit Indonesia dan Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia Provinsi Bangka Belitung, anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membahas anjloknya harga tandan buah segar kelapa sawit di tingkat petani.
Hadir memimpin rapat tersebut Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung M. Amin, didampingi Ketua Komisi II Agung Setiawan, serta dihadiri para anggota komisi. Para wakiol rakyat itu khawatir, turun dratisnya harga tandan buah segar kelapa sawit dapat berpengaruh terhadap keamanan di Babel.
“Kalau harga seperti ini terus berlanjut lama, ini akan berdampak bukan lagi ke pertumbuhan ekonomi saja, tapi juga ke rawan keamanan. Ini yang kita takutkan,” kata Amin.
Berdasarkan hasil rapat, terang Amin, penyebab turunnya harga TBS ini dikarenakan ada kebijakan pemerintah pusat yang menyetop ekspor CPO, dan melalui desakan APKASINDo akhirnya ekspor ini dibuka kembali. Hanya saja dibuka dengan persyaratan yang dinilai memberatkan Pabrik Kelapa Sawit.
“Ada juga terkendala kapal angkutan, sebab sampai hari ini tidak ada kapal yang bisa mengangkut CPO ini. Di sisi lain, tangki CPO full. Makanya mereka tak bisa lagi menampung sawit petani, adapun yang beli tapi harganya murah,” papar Amin.
Makanya, dengan kondisi ini pihaknya tidak bisa menyalahkan GAPKI dan PKS. Namun dari dalam rapat ini sudah diputuskan, agar ada gerakan bersama guna mendesak pemerinah pusat untuk memberikan kemudahan.
“Pertama kami bersama APKASINDO dan GAPKI akan menyurati asosiai pemerintah desa se-Indonesia yang khususnya punya perkebunan sawir, agar mendesak pemerintah pusat memberikan relaksasi atau kemudahan. Terutama ketersediaannya kapal angkutan untk ekspor. Untuk itu kami minta masyarakat dapat tenang,” ungkap Amin.
Di samping itu, lanjut Amin, DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga akan membicarakan hal ini ke Gubernur dan seluruh unsur Forkompimda.
“Langkah ini harus cepat, tidak boleh menunggu. Kalau terlalu lama menunggu, resikonya akan tinggi baik pengusaha dan petani,” tuturnya.
Sementara Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bangka Belitung, Dato H. Ramli Sutanegara mengatakan, akibat dihentikan ekspor CPO kelapa sawit menyebabkan sejumlah kapal yang melakukan ekspor berhenti dan berpindah ke negara lain.
“Jadi ketika ekspor dihentikan mendadak, orang mencari minyak di negara lain. Nah, mereka mengkontrak kapal untuk itu, sekarang kapal yang dipakai untuk tidak ada. Kita minta buru-buru tidak bisa, karena mereka dikontrak enam bulan hingga setahun baik kapal maupun minyaknya, otomatis minyak kita tidak ada pembeli,” kata Ramli membeberkan.
Seharusnya, sambung Ramli, penghentian ekspor yang dilakukan kemarin tidak mendadak seperti yang dilakukan, karena akibatnya sampai ke petani sawit.
“Petani susah, jadi saat ini dari DPRD untuk dapat berbicara langsung ke Presiden Joko Widodo untuk dialog. Terkait banyaknya pungutan dihilangkan dahulu, hingga tiga bulan sampai ia lancar kembali,” ujarnya.
Senada, disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bangka Belitung, Sahurudin. Dengan harga kepala sawit saat ini, sangat memberatkan para petani.
“Sangat keberatan dengan dibeli harga Rp 600 hingga Rp 400 per kilogram di petani. Kenapa itu terjadi? Karena memang perusahaan kelapa sawit tidak bisa menjual CPO lokal maupun ekspornya, sehingga apalah daya para petani saat ini,” kata dia.
Sahurudin mengharapkan kondisi murahnya harga buah sawit saat ini cepat kembali normal. Karena ia kasihan melihat kondisi petani kelapa sawit saat ini.
“Sangat menyulitkan petani Babel rata-rata sedih sudah berkurang pendapatannya untuk penghasilan. Jadi tidak sesuai pos biaya opersional sawit dengan pajak tidak sesuai. Sebab ada pungutan dikenakan untuk petani sawit. Saya petani menyuarakan di mana keadilan pemerintah memungut kepada petani sawit lebih 50 persen, kenapa komoditi lain tidak,” keluh Sahurudin. (Dika)