HEADLINEOPINI

Bagaimana Insomnia Menjerat Remaja dan Solusinya 

1286
×

Bagaimana Insomnia Menjerat Remaja dan Solusinya 

Sebarkan artikel ini
Ersya Riani Hidayat, Mahasiswa Universitas Brawijaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Psikologi
Penulis : Ersya Riani Hidayat
NIM : 235120301111027
Mahasiswa Universitas Brawijaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Psikologi

Saat ini, sejumlah besar remaja yang mengalami gangguan tidur sudah banyak melaporkan bahwa, mereka kelelahan pada siang hari dan tak jarang mereka tertidur saat di kelas.

Kelelahan akibat gangguan tidur membuat remaja merasa kurang optimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Menurut Sleep Foundation (2020), remaja merupakan salah satu kelompok yang paling sering mengalami insomnia dengan persentase 23,8%.

Insomnia merupakan gangguan tidur yang banyak terjadi pada manusia, terutama pada masa remaja yang masih memiliki adrenalin tinggi dan produktif. Fenomena gangguan tidur atau insomnia ini sangat meresahkan, dampak yang terjadi tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada kehidupan sehari-hari dan mengganggu akivitas terutama dalam konteks pembelajaran dan pertumbuhan remaja.

Dalam risalah ini, akan dikaji masalah insomnia sebagai gangguan tidur, memerinci dampak yang ditimbulkan oleh insomnia, dan menemukan solusi untuk mengatasi gangguan tidur ini.

ICSD-2 (International Classification of Sleep Disorder) mengemukakan bahwa insomnia adalah gangguan tidur dengan gejala kesulitan untuk memulai tidur, bangun terlalu dini, sering terbangun ketika tidur dan mengalami penurunan performa di siang hari akibat kesulitan tidur di malam hari.

Insomnia tidak hanya gangguan kesulitan untuk memulai tidur, tetapi juga kesulitan untuk mempertahankan tidur. Selain itu, gangguan ini menghasilkan kualitas tidur yang buruk yaitu membuat penderitanya sering kali merasa kelelahan meskipun waktu tidurnya cukup karena saat tidur tubuhnya tidak benar-benar istirahat.

Insomnia bukanlah gangguan tidur yang sepele dan dapat menimbulkan permasalahan kompleks kepada penderitanya. Dampak dari insomnia memengaruhi dari segi kesehatan mental, fungsi kognitif, dan kesehatan tubuh yang dirincikan sebagai berikut :

• Gangguan kesehatan mental

Insomnia dapat menyebabkan gangguan mental seperti kecemasan berlebih, sampai perubahan mood yang ekstrem. Fungsi otak juga dapat terganggu yang meningkatkan reaktivitas terhadap stres dan membuat seseorang lebih rentan mengalami perubahan emosional yang cepat.

Penurunan fungsi kognitif Insomnia dapat menurunkan fungsi kognitif dengan mengganggu proses konsolidasi memori, menurunkan kemampuan motorik, menurunkan konsentrasi dan tingkat kewaspadaan.

• Penurunan sistem kekebalan tubuh Insomnia dapat menurunkan produksi sel darah putih yang berperan penting dalam koordinasi respons kekebalan tubuh. Jumlah sel darah putih yang berkurang ini menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Terdapat dua teori mengenai tidur yang telah dikemukakan yaitu teori rekuperasi dan teori sirkadian. Teori rekuperasi menyatakan kondisi terbangun dapat mendisrupsi keseimbangan fisiologis tubuh (hemeostatis) melalui mekanisme tertentu sehingga tidur diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan tubuh (homeostatis).

Teori sirkadian berbeda dengan teori rekuperasi. Menurut teori sirkadian, tidur bukanlah reaksi terhadap efek disruptif dari kondisi terbangun, melainkan tidur merupakan akibat dari suatu proses internal dan alami yang mengatur tidur-bangun yang bersiklus dari pagi sampai malam dan diulangi lagi setiap 24 jam.

Teori ini menekankan bahwa manusia terprogram untuk tidur di malam hari. Ritme sirkadian diatur sedemikian rupa untuk setiap 24 jam berdasarkan isyarat temporal dari lingkungan. Isyarat terpenting pada pengaturan ritme sirkadian manusia merupakan siklus harian terang dan gelap.

Manusia membutuhkan cahaya di siang hari untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dan kemudian tidur hampir sepanjang malam untuk mengembalikan energinya.

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia. Setelah menjalankan aktivitas sehari-hari tentunya dibutuhkan tidur yang cukup untuk memulihkan kembali kondisi tubuh.

Tidur berperan penting terutama dalam memulihkan energi otak dari pemrosesan informasi yang diperoleh selama terjaga dalam plastisitas saraf yang mendasari pembelajaran dan memori konsolidasi (Palagini, 2020).

Dua bagian otak yang terlibat dalam tidur yaitu hipotalamus anterior dan yang berdekatan otak depan basal dianggap mendorong tidur (sleep), serta hipotalamus posterior dan yang berdekatan otak tengah dianggap mendorong terjaga (wakefulness).

Tidur mengatur pembuangan sebagian besar protein dan molekul lain dari otak melalui pengaturan aliran glimfatik, dimana astrosit memfasilitasi transit cairan ekstraseluler melalui otak dan mempercepat pembersihan peptida β-amiloid (Aβ) yang ditambahkan secara eksogen dari otak.

Hormon melatonin juga beperan dalam regulasi tidur untuk menginduksi dan mempertahankan tidur. Melatonin dan regulasi ritme sirkadian berkontribusi pada pembersihan produk neurotoksik. Kurang tidur akibat insomnia menyebabkan peningkatan aktivitas saraf yang mengarah kepeningkatan produksi dan agregasi Aβ.

Peningkatan waktu yang dihabiskan untuk terjaga kemudian menekan aliran glimfatik sehingga mengurangi pembersihan protein patogen termasuk Aβ. Oleh karena itu, gangguan tidur dapat secara langsung mengganggu sinaptik homeostasis yang menyebabkan hilangnya dan kerusakan saraf (Palagini, 2020).

Insomnia dapat terjadi karena masalah psikologis misalnya seperti stres atau kecemasan yang berkepanjangan. Berdasarkan hasil penelitian Dwiyanti (2023), 43,2% dari 47,7% responden yang mengalami tingkat stres sedang memiliki insomnia yang parah. Insomnia merupakan gangguan tidur yang dapat bersifat sementara atau permanen.

Gangguan tidur ini membuat suatu siklus yang berkelanjutan. Untuk memutus siklus tersebut dapat dilakukan dengan cara mengelola stres yang menyebabkan hiperarousal. Pengelolaan stres dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga perlu diciptakan kondisi lingkungan tidur yang baik.

Saat akan tidur, suasana kamar sebaiknya dalam kondisi gelap dan sejuk untuk meminimalkan “ancaman” selama hiperarousal. Hal ini terkait dengan ritme sirkadian yaitu cahaya di malam hari sebaiknya gelap untuk memberitahu tubuh saatnya tidur. Apabila dirasa gelisah, dapat dilakukan aktivitas yang menenangkan seperti membaca, bermeditasi, atau menulis sehingga tubuh akan merasa lelah.

Apabila pengelolaan stres dan pengondisian lingkungan tidur tidak dapat menghilangkan gangguan insomnia, maka dapat dilakukan terapi farmakologi dengan pemberian obat-obatan yang perlu diresepkan oleh dokter.

Sumber Referensi:

Palagini, L., Geoffroy, P., Miniati, M., Perugi, G., Biggio, G., Marazziti, D., & Riemann, D. (2022). Insomnia, sleep loss, and circadian sleep disturbances in mood disorders: A pathway toward neurodegeneration and neuroprogression? A theoretical review. CNS Spectrums, 27(3), 298-308. 

Dwiyanti, P. W., Saputri, M. E., & Rifiana, A. J. (2023). Analisis Faktor Kejadian Insomnia pada Remaja Dikelurahan Cipedak Jakarta Selatan. Malahayati Nursing Journal, 5(7), 21592171. 

Sleep Foundation. (2020). What It Is, How It Affects You, And How To Help You Get Back Your Restful Nights. One Care Media.

Sleep Foundation. (2022). Why Electronics May Stimulate You Before. One Care Media. Pinel, J. P. J. & Barnes, S. J. 2014. Introduction to Biopsychology (9th Edition). United States: Pearson Education.