BANGKA BARAT — Wakil Bupati Bangka Barat, Bong Ming Ming mengakui, Bumi Sejiran Setason merupakan salah satu daerah yang memiliki keberagaman suku, agama dan ras, mulai dari Melayu, Tionghoa, Arab bahkan India. Namun hingga saat ini kerukunannya masih tetap terjaga.
Bahkan kata Bong Ming Ming, dirinya dipercaya menjadi Wakil Bupati telah membuktikan bahwa terpilihnya seorang pemimpin tidak melihat suku dan bangsa, padahal dirinya adalah keturunan Tionghoa.
” Itu terpilihnya saya menjadi Wakil Bupati Bangka Barat membuktikan Forum Komunikasi Umat Beragama di Bangka Barat ini keren,” ujar Bong Ming Ming saat menyambut Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB ) Kota Lubuk Linggau, di Resto Roemah Keboen, Muntok, Senin ( 29/11 ) siang.
Wabup berharap keberagaman di Bangka Barat yang rukun dan damai ke depannya nanti tidak akan menjadi perpecahan. Kendati pada masa lalu pernah terjadi perkelahian antar kampung, namun di Bangka Barat belum pernah terdengar ada perang suku.
” Jadi kalau jaman dulu itu orang cina bekelai dengan orang kampung lain, yang dibela dia itu bukan cina melayunya, tapi kampungnya. Karena memang suku terbesar di Bangka Barat ini ada dua suku, dan suku tertua itu ada termasuk suku Arab juga. Jadi ada melayu yang paling besar sekitar 87 persen, sisanya sekian belas persen itu Tionghoa dan lainnya,” kata Ming Ming.
Dia mengapresiasi kinerja FKUB Bangka Barat yang menurutnya sudah cukup bagus menjaga kerukunan dari keberagaman suku dan agama yang ada.
Sebab menurut Bong Ming Ming, unsur – unsur yang bisa menimbulkan perpecahan sangat banyak, karena itu masyarakat perlu diberikan pemahaman, bahwa semua warga negara adalah sama, sebagai bagian dari anak bangsa dan NKRI yang harus dijaga bersama – sama.
Karena itu lah, hal sekecil apa pun yang bisa menimbulkan perpecahan harus diantisipasi. Menurut Bong Ming Ming,
orang – orang yang melakukan perpecahan terhadap suku, bangsa dan agama adalah pengkhianat bangsa.
” Founding father kita yang sempat diasingkan di Kecamatan Muntok ini baik satunya ada di Pesanggrahan satunya ada di Menumbing, mereka bersusah payah bagaimana menyatukan negeri ini dari Sabang sampai ke Papua,” cetus Bong Ming Ming.
” Tetap mereka menyatukannya membuat satu persepsi yang sama, orang Jawa yang begitu banyak masyarakatnya tapi mengalah dalam hal bahasa. Yang dipakai terakhir adalah bahasa melayu yang dibuat menjadi Bahasa Indonesia,” sambungnya. ( SK )