* Skala Kecil dan Mobile
JAKARTA — Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan teknologi pengolah limbah medis berskala kecil dan bersifat mobile. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan yang sangat diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah dan volume limbah medis COVID-19.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Medis COVID-19, yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo, melalui konferensi video, Rabu (28/07/2021).
“Ada beberapa teknologi yang sudah proven yang dikembangkan untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile,” ujar Handoko.
Teknologi ini, imbuh Kepala BRIN, dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah di daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang tidak banyak.
“Kalau kita harus membangun incinerator besar, itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat itu juga menimbulkan biaya tersendiri,” imbuhnya.
Selain itu, di dalam rapat Kepala BRIN juga mengusulkan sejumlah teknologi daur ulang limbah medis yang juga berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi.
“Ada insentif finansial dari sisi bisnis akibat daur ulang tersebut dan tentu itu akan berpotensi juta mengurangi biaya pengolahan limbah secara keseluruhan,” terang Handoko.
Salah satu teknologi yang dikembangkan BRIN adalah alat daur ulang jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa bubuk stainless steel murni. Selain itu terdapat juga alat daur ulang plastik medis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah Alat Pelindung Diri dan masker.
“APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh polypropylene murni, jenis plastik polypropylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi,” papar Kepala BRIN.
Dalam keterangan persnya, Kepala BRIN mengungkapkan bahwa saat ini sarana pengelolaan limbah medis masih belum merata di seluruh Tanah Air.
“Baru 4,1 persen dari rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator yang berizin, kemudian juga di seluruh Indonesia baru ada 20 pelaku usaha pengolahan limbah, dan yang terpenting adalah hampir semuanya itu masih terpusat di Pulau Jawa. Jadi distribusinya belum merata,” ujar Kepala BRIN.
Dengan adanya teknologi pengolahan dan daur ulang limbah yang dikembangkan BRIN ini, Handoko berharap dapat membantu fasilitas layanan kesehatan dalam pengolahan limbah medis.
“Dengan ini kami berharap itu bisa meningkatkan motivasi untuk mengumpulkan dan mengolah limbah, meningkatkan kepatuhan, dan di sisi lain itu berpotensi juga menjadi lahan baru, bisnis bagi para pelaku usaha di daerah-daerah, khususnya para pelaku usaha skala kecil,” pungkasnya. (*)
Sumber : Kabar Kabinet