Mudik lebaran merupakan salah satu momen bagi para perantau dan pekerja untuk menyambung silaturrahmi dengan keluarga jauh, yang biasanya identik dengan hari libur nasional seperti halnya lebaran Idul Fitri.
Mudik memang menjadi suatu hal yang melekat dengan budaya atau tradisi yang ada di Indonesia. Tradisi mudik di Indonesia dianggap sudah ada sejak masyarakat mulai melakukan urbanisasi.
Menurut Profesor Purnawan Basundoro, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair), urbanisasi yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang desa ke kota membuat mereka rindu dengan kampung halamannya.
Urbanisasi sendiri mungkin sudah dimulai usai kemerdekaan, setelah banyak orang mencari pekerjaan di kota. Mungkin tahun 60-an hingga 70-an di mana Kota Jakarta mulai didatangi oleh orang-orang dari berbagai daerah.
Desa diibaratkan sebagai sebuah sumber air, sehingga dalam konteks urbanisasi berarti desa merupakan asal atau sumber dari orang-orang kota.
Sama halnya dengan Bangka Tengah, di mana tenaga kerja aparatur pemerintah memiliki sanak saudara diluar daerah yang jarang dikunjungi.
Namun ketika momen itu tiba khususnya bagi para ASN mendapatkan Surat Edaran berupa larangan menggunakan mobil dinas untuk kerluan mudik lebaran keluar daerah.
Menarik simpati, menuai pertanya kenapa para ASN dilarang untuk menggunakan mobil dinas? Padahal jika ditelusuri fasilitas yang diberikan juga merupakan hak bagi para ASN untuk dapat mengaksesnya selama masih tergabung atau tercatat sebagai pegawai.
Apakah larang tersebut disebabkan ada oknum yang menyalahgunakan fasilitas tersebut, sehingga muncullah larangan terkait dilarangnya ASN menggunakan mobil dinas untuk mudik lebaran.
Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman. mengatakan itu untuk mengantisipasi adanya mobil dinas dipakai untuk keperluan mudik Lebaran/Idul Fitri 1444 Hijriah, terutama perjalanan mudik ke luar provinsi.
Alasan yang dilontarkan masih terkesan abu-abu, seperti halnya tidak ada transparansi terkait surat edaran yang dikeluarkan. Namun larangan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Pasal 3 poin c dan Pasal 4.
Dalam hal ini, disebutkan ASN diwajibkan melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang, termasuk dalam penggunaan dan pemeliharaan barang milik negara, yang dalam hal ini adalah mobil dinas.
Adapun bagi ASN yang melanggar aturan alias tetap mudik pakai mobil dinas akan dikenakan sanksi yang tercantum di Pasal 7, yakni berupa hukuman disiplin yang terbagi menjadi tiga, yakni ringan, sedang, dan berat.
Beberapa ASN memang mendapat kendaraan dinas. Namun, penggunaan kendaraan dinas diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor PER/87/M.PAN/8/2005 tentang Pedoma Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja.
Dalam peraturan tersebut, tercantum ketentuan untuk penggunaan kendaraan dinas operasional. Terdapat tiga ketentuan penggunaan kendaraan dinas aparatur Negara:
(a) Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok dan fungsi;
(b) Kendaraan Dinas Operasional dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor;
(c) Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan di dalam kota, dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas izin tertulis pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang ditugaskan sesuai kompetensinya.
Dalam peraturan tersebut sudah jelas bahwa kendaraan dinas tak sepatutnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Pada Surat Edaran ini PPK diminta memastikan seluruh pejabat dan pegawai di instansi masing-masing tidak menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan mudik, berlibur, atau di luar kepentingan dinas.
Adapun sanksi yang dikenakan yakni dengan menjatuhkan sanksi hukuman disiplin kepada ASN yang melanggar sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Mudik sendiri merupakan kegiatan berkepentingan pribadi. Surat edaran yang dikeluarkan tak lain merupakan upaya pendisiplinan pegawai agar tidak menyalahgunakan fasilitas yang diberikan.
Namun, ketika surat edaran tersebut diberlakukan apakah ada hal lain yang menjadi solusi serta pengganti bagi para ASN yang dilarang menggunakan kendaraan dinas untuk mudik lebaran, seperti halnya uang saku yang biasanya menjadi hak para pegawai berupa THR lebaran.
Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2023, THR diberikan kepada kepala daerah, pimpinan dan anggota dewan, CPNS, PNS dan PPPK. Adapun komponen yang dibayarkan terdiri gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan (melekat di gaji) dan ditambah dengan TPP 50 persen.
Namun dalam edaran yang ditandatangani oleh Menteri PAN-RB, Abdullah Azwar Anas, pada 14 April 2023 ini, para Pejabat Pembina Kepegawaian diminta untuk melarang pejabat dan pegawai di lingkungan instansi meminta dana atau hadiah sebagai tunjangan hari raya baik secara individu atau mengatasnamakan instansi kepada masyarakat, perusahaan dan pegawai ASN lainnya. Tujuannya untuk menghindari adanya gratifikasi oleh para pegawai. (*)