BANGKA BARAT — Banyak hal yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat untuk mengantisipasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ).
Selain fogging fokus, abatisasi, Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ), mengajak masyarakat untuk menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ) serta 3M plus, Dinkes juga mempunyai program Desa Siaga dan Juru Pemantau Jentik ( Jumantik ).
Hal itu dikatakan Staff Promosi Kesehatan bidang Kesehatan Masyarakat, Dinkes Bangka Barat, Munirah saat talk show tentang DBD dan Pencegahannya bersama Ika Indriani atau Duta Mili di Radio Duta, 94,6 FM, Jalan Menara Air Muntok, Senin ( 15/11 ) pagi.
Menurut Munirah, pada awal pelaksanaan program Juru Pemantau Jentik, Dinkes menunjuk dua orang kader dalam satu desa. Namun ternyata metode ini tidak efektif sehingga Dinkes menggantinya menjadi satu kader Jumantik dalam satu rumah. Kader yang ditunjuk adalah anggota keluarga dalam rumah itu sendiri.
” Jadi Jumantik ini ditunjuk dari keluarga siapa yang akan memantau jentik di rumah, karena jentik ini bukan hanya di tempat penampungan air, biasanya ibu – ibu pecinta bunga dengan air di potnya, itu bisa menjadi salah satu sarang nyamuknya,” ujar Munirah.
” Tempat sampah plastik seperti botol air mineral yang terbuka dan ada airnya itu bisa juga menjadi media jentik nyamuk,” imbuhnya.
Anggota keluarga yang ditunjuk dan dipercaya menjadi Jumantik dibekali senter untuk memeriksa tempat penyimpanan air dari dalam hingga luar rumah yang berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Dengan demikian perkembangbiakan nyamuk, khususnya Aedes Aegypti bisa dicegah.
” Jumantik bisa ditunjuk misalnya dari anak kita yang sudah duduk di bangku SMP yang sudah mengerti, kita bekali dia dengan senter kemudian dia berkeliling rumah memantau apakah ada jentik nyamuk di bak mandi, di bawah pot bunga atau tempat air yang lain. Terserah siapa yang ditunjuk dari rumah itu sendiri,” terangnya.
Sedangkan Desa Siaga jelas Munirah, adalah suatu desa yang siaga mengantisipasi segala kemungkinan terburuk terkait masalah kesehatan yang ada di desa. Desa Siaga dilengkapi dengan ambulans dan program donor darah desa.
Menurutnya, sebenarnya Desa Siaga sudah dimulai sejak tahun 2015.
Namun karena tidak aktif setelah dibentuk dan diterbitkan SK-nya, Dinkes kembali mengevaluasi dengan turun ke lapangan untuk mengaktifkannya lagi.
” Makanya kalau desa siaga ini aktif Insya Allah untuk kejadian – kejadian tidak terduga termasuk DBD ini tidak akan terjadi,” cetusnya.
Munirah mengimbau agar masyarakat berperan aktif mencegah DBD dengan
menerapkan PBHS dan 3M plus yaitu menutup dan membersihkan tempat penampungan air serta memanfaatkan dan mendaur ulang barang – barang bekas agar tidak menjadi sarang nyamuk.
” Dan plusnya pakai lotion anti nyamuk atau spray. Kemudian tidak lupa untuk menjaga kondisi kesehatan dan menjaga lingkungan sekitar karena DBD ini biasanya terjadi di musim penghujan,” tutupnya. ( SK )