EKONOMI BISNISHEADLINERAGAM

Dirjen Minerba Sebut Penguasaan Negara Sangat Jelas

8
×

Dirjen Minerba Sebut Penguasaan Negara Sangat Jelas

Sebarkan artikel ini

BANGKA TENGAH — Bangka Belitung Resource Institute menggelar seminar timah nasional bertajuk ‘Timah Indonesia Dan Penguasaan Negara’ secara virtual melalui platform Zoom Meeting di Hotel Santika Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah, Jumat (22/7).

Seminar ini bertujuan mengungkap sejauh mana kedaulatan negara terhadap mineral timah di Indonesia. Bentuk keterlibatan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral ada tiga, yaitu pengaturan (regulasi), pengusahaan (mengurus) dan pengawasan.

Hadir sebagai narasumber Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin, Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak SDA dan KND Kementerian Keuangan Kurnia Chairi, dan pengamat nasional Mamit Setiawan.

Ridwan Djamaluddin mengatakan, dirinya berharap ada persamaan prersepsi apa yang kita maksud dengan penguasaan oleh negara. Menurut dia, kepastian penguasahaan, kewajiban hilirisasi dan aspek yang sangat pro lingkungan menjadi perhatian saat ini dan telah diatur pemerintah melalui pengusaaan negara telah jelas.

“Secara penguasaan sudah sangat jelas. Beberapa waktu terakhir ini pimpinan mulai menyapaikan arahan, dalam waktu tidak terlalu lama, kita harus menghentikan ekspor timah. Namun apa yang dimaksud dengan timah, nanti akan dibahas selanjutnya,” ungkapnya.

Ia menambahkan, semangat menata kembali dunia pertambangan timah adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah, pembukaan lapangan pekerjaan dan penguatan penguasaan oleh negara?

“Kita ingin mengatakan, karena timah di Indonesia tepatnya di Babel secara mayoritas, bisa memberikan dampak sosial secara ekonomi yang semaksimal mungkin. Realitasnya saat ini, kita kaya tetapi belum maksimal,” bebernya.

Menurut dia, ada ruang hilirisasi yang masih harus ditingkatkan. Pemerintah akan mempertegas posisi Indonesia dalam permainan bisnis global, dalam konteks timah di Bangka Belitung sebagai mayoritas produksi. Sektor ini merupakan tulang punggung ekonomi, pemerintah sedang berusaha keras mencegah kebocoran pada bisnis timah.

“Setiap tahun PT Timah Tbk rugi Rp2,5 Triliun karena tambang ilegal. Kita juga mencermati kerusakan lingkungan karena tambang ilegal, sekitar 123 ribu hektare lahan kritis yang diakibatkan tambang ilegal, kita tidak mau mewariskan kerusakan pada anak cucu kita,” terangnya.

Jangan Menyampaikan Isu Yang Kontra Produktif

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya mengatakan, dirinya mendorong tata niaga timah yang lebih baik.

”Masyarakat dapat bekerja, aturan ditegakkan, dan negara memperoleh pendapatan,” ujarnya.

Ia menambahkan, banyak hal yang perlu disinergikan, memformalkan penambang ilegal adalah langkah yang baik.

“Ini harus segera dilaksanakan, karena hal tersebut rangkaian yang panjang dan cukup rumit,” kata Bambang Patijaya.

Pihaknya juga sudah menyerap banyak aspirasi masyarakat. Mulai dari harapan pada IUP yang tidak maksimal diserahkan ke Pemda, hingga penerbitan Wilayah Pertambangan Rakyat.

“Bagaimana kita melegalkan yang ilegal tersebut? Kita berharap segera memformalkan apa yang disampaikan Dirjen Minerba terseut, karena setahu saya perlu terobosan yang cepat untuk merealisasikannya,” kata dia.

Masih kata Bambang Pattijaya, Komisi VII akan memantau langkah-langkah pemerintah pusat dalam menata pertambangan timah di Indonesia. Baik itu pembentukkan Satgas maupun regulasi, jangan sampai menimbulkan dampak sosial.

“Penegakkan hukum, apapun namanya perlu kearifan lokal dan tidak berdampak atau gejolak sosial,” tegasnya.

Sementara soal Royalti, Bambang Patijaya mengatakan, usulan kenaikkan sudah lama dilakukan. Dirinya berharap negara tidak kehilangan momentum untuk memperoleh pendapatan untuk negara.

“Kami masih menunggu kajian dari Direktorat Minerba untuk duduk sama-sama. Para pelaku pembuat regulasi dapat memberikan win-win solution yang baik. Jangan sampai pemerintah hanya menyampaikan isu yang kontra produktif,” tutupnya. (Dika)