BANGKA — Aktivitas kapal dan tongkang yang diduga sedang memuat pasir di depan alur muara Air Kantung Sungailiat, Kabupaten Bangka, ramai dibahas di salah satu WhatsApp Grup, Jum’at (17/6). Aktivitas tersebut jadi sorotan, lantaran diduga tanpa dilengkapi perizinan alias ilegal.
“Hebat tongkang sudah ada ini. Apakah yang dilakukan? Apakah ada sosialisasi masyarakatnya tentang muara? Dan jam berapa? Hari apa? Dan di mana? Siapa-siapa saja yang hadir? Dan yang hadir tersebut apa murni dari masyarakat dan tidak indikasi berupa cuan? Kalau berani loading, ya, nggak apa-apa cobain aja kalau berani. Sebelum muara selesai jangan macam-macam. Fikir nasib nelayan, jangan fikir diri sendri. Dan jangan merasa sok hebat dan benar segalanya,” tulis salah satu anggota grup.
“Benar itu brother. Apabila ada kegiatan loading pasir ke tongkang tanpa alur pintu masuk muara belum bisa dipastikan terbuka untuk dilewati nelayan, maka kami sebagai nelayan akan menurunkan masyarakat nelayan untuk mempertahankan mekanisme cara kerja perusahaan tersebut, sehingga kami sebagai nelayan mau kejelasan dari pihak perusahaan yang ditunjuk sebagai pekerja di situ,” kata Daeng Kandar, anggota grup lainnya menimpali postingan itu.
“Karena kami sebagai nelayan sudah hampir 1 tahun tidak pernah lagi melawati muara Sungailiat, kami tersingkir dari pelabuhan PPN Nusantara Sungailiat ke Pelabuhan Ketapang Baturusa, karena muara Sungailiat sampai saat ini belum bisa kita lewati,” imbuhnya.
Maka sebagai nelayan, lanjut Kandar, pihaknya akan terus memantau dan akan turun untuk mempertanyakan kegiatan perusahaan apabila loading pasir ke tongkang dengan tidak mengedepankan alur muara dulu, supaya perahu nelayan bisa melewati seperti sebelumnya.
Anggota grup lainnya, Ryan Febriyan Taufani mengatakan, kalau masih mempertahankan sistem keruk mengeruk tanpa membuat sistem pembangungan yang lain di muara, lebih baik memberikan kesempatan kepada PT. PULOMAS yang jelas punya legalitas. Hanya saja tinggal pengawasan oleh setiap insan di daerah tersebut.
“Dari pada perusahaan lain yang jelas belum punya legalitas? Toh sama saja sistemnya. Punya kapal, keruk, buang, jual. Tidak ada perbedaan, yang ada hanya memperpanjang dan memperkeruh suasana. Nuansa politik yang berlarut-larut membenturkan dan menguras energi,” ujarnya menanggapi postingan anggota grup tersebut.
Lanjut Ryan, sekarang tampak nyata areal tersebut dengan dalih-dalih aneh namun nyata sedang diperebutkan. Apa ada mekanisme lainnya? Atau jalan keluar dari pemerintah sendiri?
“Semua masih sama menggunakan perusahaan-perusahaan, toh? Jadi mendingan kasih kesempatan dan kawal. Terlalu perpanjang suasana, kasian sesama selalu dibenturkan oleh aturan yang tidak berpihak ke masyarakat,” imbuhnya.
“Kita siap dukung apapun hal itu. Ulasan di atas hanya gambaran untuk mempercepat kegiatan di alur muara. Kekompakan dijaga, satukan pendapat, pemikiran demi membangun. Kalau masih mencari-cari perusahaan, kapan kerjanya? Yang bekerja sekarang saja tidak berizin. Jangan dibudayakan ilegal sebagai cara terdepan,” tukasnya. (Romlan)