- Maladi: Polisi Sifatnya Mengamankan
PANGKALPINANG — Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, dalam rilis yang diterima redaksi media ini menyatakan, setidaknya 31 orang yang kontra penambangan timah menggunakan KIP di lepas pantai atau laut, dikriminaliasi.
Sejak awal masuk, masih dalam rilis Jatam tersebut, KIP disebut sudah mengobrak-abrik wilayah tangkap nelayan. Namun nelayan bersama masyarakat, secara konsisten melakukan penolakan terhadap aktivitas penambangan timah di laut.
Upaya nelayan dan masyarakat yang menolak pertambangan timah dengan KIP itu, direspon secara bersama-sama oleh korporasi pemilik IUP beserta mitranya. Bukannya membuka ruang dialog dan partisipasi rakyat seluas-luasnya, justru yang dilakukan adalah membungkam gerakan rakyat, dengan melakukan tindakan pembalasan menggunakan hukum.
Hal ini menimpa 31 warga penolak tambang, yang tersebar di tiga Kabupaten sekaligus. Mulai dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Bangka Selatan, terhitung sejak 15 Oktober 2020 hingga 28 Desember 2020.
Rilis tersebut menyatakan, mereka (nelayan dan warga kontra KIP) semua dikriminalisasi, menggunakan pasal tertentu berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, menggunakan Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menimpa satu orang nelayan Bubu di Tanjung Timur, Bangka Selatan, pada 15 Oktober 2020.
Kedua, menggunakan Pasal 170 KUHP, yang menimpa 16 orang pemuda dan nelayan asal Bangka Barat, saat melakukan aksi spontan menolak tambang di Kantor Desa Belo Laut pada 28 Desember 2020.
Ketiga, menggunakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menimpa Adriani, warga Belo Laut, akibat memposting foto Polisi yang sedang berjaga di Kantor Desa Belo Laut dengan Caption : Para pengharap Jatah Rupiah Peltim Perseroā€¯ pada akun facebook Andriani Dhiendra.
Keempat, kmenggunakan Pasal 162 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menimpa 13 Tokoh Pemuda dan Nelayan asal Kabupaten Bangka, dalam aksi damai membacakan kesepakatan hasil RDP Komisi IV DPR RI dan menolak pertambangan timah di Laut Matras.
“Penggunaan pasal 162 Undang-Undang Minerba adalah kasus pertama di Indonesia, pasca UU Minerba mengalami perubahan,” tulis rilis tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolda Babel melalui Kabid Humas Kombes Pol Maladi mengatakan, apa yang dilakukan Polri hanya untuk mengamankan kedua belah pihak, agar dapat diselesaikan dengan baik.
“Polri sifatnya mengamankan kedua belah pihak. Dengan harapan dapat diselesaikan dengan baik,” ungkap Kombes Pol Maladi, Senin (11/1).
Hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi atau keterangan resmi dari PT Timah Tbk, maupun perusahaan lain pemilik IUP di lepas pantai di Bangka Belitung. (Romlan)