HEADLINEKABAR DPRD

Konflik Izin Hutan Tanaman Industri Dibahas di RDP

×

Konflik Izin Hutan Tanaman Industri Dibahas di RDP

Sebarkan artikel ini

PANGKALPINANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melaksanakan rapat dengar pendapat terkait Pemanfaatan Pengelolaan kawasan hutan bersama Forum Penyelamat Hutan Rakyat Bangka Belitung, Pemerintah Desa Penagan serta pihak terkait di ruang Banmus DPRD Babel, Senin (04/07/2022).

Rapat dengar pendapat itu dipimpin langsung Pelaksana Tugas Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Adet Mastur, didampingi wakil Ketua DPRD, Hendra Apollo dan Muhammad Amin, serta dihadiri komisi III dan Komisi I DPRD Babel.

Tampak hadir para Kepala Desa dan perwakilan masyarakat beserta Ketua Forum Penyelamat Hutan Rakyat bersama anggota, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PMPTSP, PUPR dan pihak perusahaan PT. Narina Keisha Imani dan PT. Agro Pratama sejahtera.

” Forum Penyelamat Hutan Rakyat Babel yang ada di Kabupaten Bangka Tengah dan Bangka, telah menyampaikan persoalan ini ke kami beberapa hari yang lalu. Bahwa di daerah Mendo Barat, Kabupaten Bangka dan di Tanjung Pura, Bangka Tengah, adanya PT yang membuka usaha di daerah kawasan tersebut,” ungkap Adet Mastur saat membuka secara resmi RDP.

Sementara itu Ketua Forum Penyelamat Hutan Rakyat Babel, Rudi menjelaskan, bahwa dampak yang ditimbulkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan, menurutnya tidak memperhatikan kearifan lokal diwilayah tersebut. Untuk itu ia memberi kesempatan kepada perwakilan dari pihak desa untuk menyampaikan aspirasi maupun persoalan yang terkena dampak dengan adanya aktivitas usaha yang dilakukan PT. NKI maupun PT. APS.

” Harapan kami menginginkan keberadaan perusahaan itu sesuai dengan step by step yang sudah ditetapkan di dalam peraturan dan perundang-undangan. Salah satu contoh, perusahaan PT NKI yang ada di wilayah Desa Labuh Air Pandan itu bagi kami sangat bim silabim,” ujarnya.

Untuk itu diharapkan agar pihak terkait dapat menelusuri dan melakukan peninjauan ulang terhadap perizinan PT. NKI yang ada di wilayah Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka.

” Instansi terkait untuk bisa menjelaskan kepada kami masyarakat dan forum ini, supaya tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari di wilayah administrasi desa kami. Mudah-mudahan dengan adanya audensi ini kedepan akan lebih baik dan masyarakat akan lebih dilibatkan,” harapnya.

Nama Didit Terseret

Nama Manatan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Didit Srigusjaya, disebut-disebut terlibat memberikan rekomendasi perizinan kepada PT. NKI yang melakukan usaha di sejumlah wilayah di Kabupaten Bangka. Menyikapi hal itu, Didit pun mengambil sikap tegas.

Hal tersebut terungkap ketika Didit Srigusjaya diundang oleh Pelaksana Tugas Ketua DPRD Babel untuk menghadiri rapat dengar pendapat yang digelar bersama Forum Penyelamat Hutan Rakyat Babel, pihak desa serta pihak terkait, di ruang Banmus DPRD Babel, Senin (04/07/2022).

Didit mengatakan, bahwa pada saat itu DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak pernah memberikan rekomendasi persetujuan atas perjanjian naskah kerja sama antara Gubernur Babel dengan PT. Narina keisha Imani.

“Saya sampaikan, bahwa saat saya menjabat sebagai Ketua DPRD tidak ada memberi rekomendasi persetujuan naskah perjanjian antara Gubernur dengan PT. NKI, itu yang perlu kita luruskan,” ungkapnya.

Dikatakannya, wewenang gubernur itu hanya 5 hektare. Kalau ini jadi 1500 hektare, artinya mungkin ada aturan di Kementerian Kehutanan yang memperbolehkan. Saran saya cek dulu statusnya itu, jadi yang berhak menjelaskan itu benar atau tidaknya, ya BPKH, karena mereka yang punya domain itu. Saya clearkan, bahwa saya tidak pernah merekomendasi atas perjanjian saudara gubernur pada saat itu Erzaldi dengan PT. NKI, saya tidak pernah, clear,” tegasnya.

Sementara itu Direktur Utama PT NKI, Arie mengatakan, terkait perizinan di Desa Labuh Air Pandan, secara hukum sah menurut aturan masuk dalam kawasan hutan produksi milik negara.

“Terkait tujuan pemanfaatan hutan tersebut, kami lebih berusaha menjaga kearifan lokal, bukan menguasai lahan tersebut. Misalkan sekarang ekspansi sawit kami tidak mau. Walaupun sekarang ada SK perubahan, status kawasan hutan menjadi bukan hutan kawasan,” kata dia.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa Penagan, Effendy mengatakan, kedatangan pihaknya ke DPRD Babel yakni untuk melakukan penolakan dan merekomendasikan agar dilakukan pencabutan terhadap izin Hutan Tanaman Industri atas nama PT. Agro Pratama Sejahtera.

“Hari ini yang kita sampaikan ke DPRD untuk merekomendasikan pencabutan izin HTI PT. APS, terutama di Desa Penagan yang luasnya 4.850 hektar. Sudah keluar izin tahun 2011, sampai hari ini belum pernah ada sosialisasi kepada masyarakat,” kata Effendy.

Dikatakannya, bahwa dari hari ke hari pada akhir bulan ini, pihaknya merasa adanya penekanan yang dilakukan pihak perusahaan tersebut. Seperti telah membuat plang agar tidak boleh menggarap dan masuk ke dalam lokasi kawasan hutan industri tersebut, sehingga hal tersebut membuat masyarakat menjadi resah.

“Sekarang ini melarang kita memanfaatkan dan mengelola hutan itu. Padahal kita hidup di situ. Ayah saya sudah 67 tahun dari kecil di situ, masih berusaha disitu, masih dalam hutan itu. Sekarang ini masyarakat resah dengan keberadaan perusahaan yang agresif ke masyarakat. Kemaren itu ada masyarakat yang sudah diperingatkan, di SP 1 kan juga, dan ada yang dicabut sawitnya,” Efendi membeberkan.

DPRD Bentuk Panja

Menanggapi polemik perusahaan pemegang konsesi hutan tanaman industri di sejumlah desa di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah, Pelaksana Tugas Ketua DPRD Provinsi kepulauan Bangka Belitung Adet Mastur, mengambil kebijakan untuk segera membentuk panitia kerja sebagai upaya penyelesaian polemik di masyarakat terhadap pemanfaatan pengelolaan kawasan hutan tersebut.

“Intinya, kami di DPRD akan mengambil kebijakan, karena kalau kita selesaikan dalam satu hari tidak akan mungkin selesai. Karena pihak perusahan sudah mengantongi izin sudah dikatakan legal. Di satu sisi masyarakat kebanyakan belum tahu karena belum ada tindakan, sudah ada tindakan tetapi kurang tindakan yang dilakukan oleh pihak perusahan terhadap masyarakat dalam hal ini sosialisasinya,” kata Adet saat menutup RDP.

Ia mengungkapkan, bahwa luas kawasan hutan industri di Babel sekitar 39 persen, belum termasuk IUP PT Timah serta IUP lainnya. Pasalnya, kawasan hutan yang akan dikelola semakin sedikit, sehingga hal tersebut yang menjadi kekhawatiran bagi masyarakat di Bangka Belitung.

” Di Bangka Tengah luas wilayahnya 56,6 persen itu adalah kawasan hutan. Belum ditambah KP PT Timah, belum ditambah KK PT Kobatin. Dulunya kewenangan dari pada Kabupaten Bangka Tengah itu sekitar di angka 11 persen lebih, di mana rakyat kita mau hidup,” bebernya.

Untuk itu, menurutnya, perlunya sinergitas dan koordinasi yang baik antara pihak perusahaan bersama pihak terkait dan masyarakat, dalam menyelesaikan permasalahan hutan tanaman industri, sehingga terwujudnya kebaikan bersama.

Adet ingin semuanya clear. Perusahaan dan masyarakat sama-sama tidak dirugikan. Menurutnya, masalah HTI ini banyak aspirasi yang disampaikan ke DPRD, bukan hanya saja di Kabupaten Bangka dan Bangka tengah, tetapi juga di Bangka Barat dan Bangka Selatan.

“Hasil kesimpulan, pertama DPRD akan membentuk Panja. Kami mohon setelah ini tidak ada ribut-ribut supaya kami di DPRD dapat bekerja secara maksimal, supaya persoalan kawasan hutan yang dipergunakan untuk HTI ini bisa kita selesaikan dengan baik,” pungkasnya. (*)

Sumber : Setwan