JAKARTA — PT Timah Tbk dilaporkan mencatatkan laba bersih sebanyak Rp 10 miliar, pada kuartal satu 2021. Hal ini berbalik dari kerugian yang dicatatkan di kuartal satu tahun 2020 sebanyak Rp 413 miliar.
Menurut Analis Ciptadana Sekuritas, Thomas Radityo, dalam risetnya yang dirilis pada 10 Mei 2021, kenaikan ini karena harga jual rata-rata yang jauh lebih baik, dan pengendalian biaya yang sangat baik.
Pendapatan TINS turun sebanyak 44,8 persen secara yoy, menjadi Rp 2,4 triliun, karena perusahaan mencatat penjualan timah olahan sebanyak 5,9 ribu ton, atau turun 66,3 persen secara yoy dari 17,5 ribu ton di kuartal satu 2020, dan diimbangi dengan kenaikan 49,5 persen pada ASP timah menjadi US$ 24.968 per ton.
Berdasarkan pedoman dari manajemen Thomas Radityo menurunkan proyeksi di tahun 2021 dengan produksi bijih timah menjadi 34.000 ton, produksi timah rafinasi menjadi 33.000 bu ton, dan volume penjualan timah rafinasi menjadi 34.000 ton.
Thomas Radityo juga memproyeksikan estimasi biaya operasional dengan menghasilkan pendapatan operasional mencapai 6,3 persen menjadi Rp 526 miliar di tahun 2021, dan 2,1 persen menjadi Rp 618 miliar di tahun 2022.
Dengan pertimbangan prospek operasional yang baru, Thomas menurunkan proyeksi pendapatan di tahun 2021 menjadi Rp 12,1 triliun, dan Rp 17,2 triliun untuk proyeksi di tahun 2022. Untuk laba bersih, tahun 2021 diproyeksikan mendapat Rp 69 miliar.
Risiko positif yang dapat mengangkat TINS berasal dari kenaikan harga timah, kinerja operasional yang lebih tinggi dari yang diharapkan menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi, dan efisiensi biaya yang lebih baik dari perkiraan.
Thomas Radityo merekomendasikan beli untuk saham TINS dengan target harga Rp 2.000 per saham. (*)