BANGKA — Hadirnya pabrik tepung Tapioka PT Bangka Asindo Agri atau BAA di Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tapi juga memberi dampak ekonomi bagi warga setempat.
Selain menerima masyarakat sekitar sebagai karyawan dan pekerja lepas, kehadiran pabrik PT BAA juga menarik minat pelaku usaha kecil. Warga setempat yang jeli melihat peluang rejeki, membuka usaha berupa warung makan dan warung kopi di sekitar lokasi pabrik.
Salah satunya adalah Ani. Sejak tujuh tahun lalu, Ani mulai berjualan makanan dan minuman di sekitar pabrik PT BAA. Pelanggan Ani adalah pekerja pabrik dan para sopir mobil yang membawa ubi casesa ke pabrik.
Ketekunan Ani ternyata membawa berkah baginya. Lambat laun, Ani yang rajin dalam menekuni usahanya, menarik perhatian manajemen pabrik. Ani pun diberikan satu petak untuk membuka warung di dalam lingkungan pabrik.
“Saya mulai jualan di sini (pabrik tapioka PT BAA) sudah sekitar tujuh tahun lah. Awalnya dulu pulang pergi, kemudian dikasih petak ini sama orang pabrik,” ungkap Ani di warungnya, Rabu (10/2).
Ani mengaku senang bisa berjualan di petak itu. Selain tidak bayar sewa, Ani juga tidak perlu bayar listrik.
“Petaknya tidak nyewa, listriknya dan air dari pabrik semua. Saya cuma nyiapin modal dan peralatan jualan,” kata Ani, ditemani dua pekerjanya.
Ani mengaku belum pernah dibantu modal usaha dari pemerintah setempat. Dia juga tidak mengajukan pinjaman modal ke bank.
“Tapi kalau pinjaman dari koperasi, ada lah pak, namanya untuk modal usaha,” ujarnya.
Disinggung aroma tak sedap dari limbah pabrik PT BAA yang selama ini dipersoalkan sebagian orang, Ani menyatakan hampir tidak ada bau sama sekali.
“Kalau sekarang ini hampir tidak ada bau sama sekali. Paling kalau selesai hujan lebat, ada jugalah sedikit-sedikit baunya, tapi tidak separah dulu. Yaa, cuma lewat saja sebentar gitu, setelah itu hilang lagi baunya,” tukas Ani menyudahi.
Senada dikatakan Maruki, salah satu pedagang di luar lingkungan pabrik PT BAA. Kepada redaksi, Maruki mengaku sudah setahun lebih jualan makanan dan minuman di situ.
“Berwarung di sini sudah setahun lebih. Saya jualan itulah, nasi, mie, es, kopi,” ungkapnya, Rabu siang, seraya menunjuk kearah barang jualannya.
Maruki mengaku nyaman berjualan di sekitar pabrik tapioka PT BAA. Meskipun omzet per harinya tidak menentu, karena tergantung kondisi pabrik ramai atau sepi.
“Alhamdulillah, kami merasa nyamanlah,” ujarnya.
Jika kondisi ramai, Maruki mengaku bisa mengantongi keuntungan lumayan, bisa mencapai Rp 300.000-an sehari. Namun ketika pabrik sepi aktivitas, pendapatan Maruki juga ikut menurun.
“Kalau pabrik lagi ramai, kadang sehari bisa dapat Rp 300.000 lebih. Tapi kalau pabrik sepi, warung juga sepi,” kata dia.
Maruki juga mengaku belum pernah ada bantuan modal usaha dari Pemda. Dia juga tidak mengajukan pinjaman modal ke bank atau koperasi.
“Belum pernah ada bantuan modal usaha dari Pemda. Saya masih modal sendiri lah, masih secara mandiri. Belum pernah pinjam modal ke bank atau koperasi juga,” bebernya, seraya mengatakan pihak Kelurahan setempat sudah mengetahui usaha warungnya.
Disinggung bau limbah pabrik, Maruki mengatakan hampir tidak ada bau sama sekali.
“Kalau bau sih hampir tidak ada lah, cuma sedikit-sedikit kadang ada juga, tapi ndak terlalu kayak dulu,” demikian Maruki. (Romlan)