PANGKALPINANG — Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa AS dengan pidana penjara enam tahun dikurangi masa tahanan yang telah dijalankan, serta denda sebesar Rp. 500.000.000. Apabila tidak membayar denda, maka dikenakan subsider selama enam bulan penjara.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Selasa (11/5).
Pada Dakwaan Primair, terdakwa AS didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian pada Dakwaan Subsider, terdakwa AS didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas tuntutan JPU tersebut, tim Penasehat Hukum terdakwa AS, Fajar Paulana, SH, memastikan akan mengajukan pembelaan atau pledoi.
“Tentunya kami akan menyampaikan pledoi secara tertulis, baik dari kami selaku PH, maupun dari Klien kami sendiri secara pribadi. Bahwa Klien kami tidak terbukti menikmati uang hasil pembayaran yang diterima oleh Terdakwa lainnya, dan tidak dibebankan uang pengganti,” ungkapnya, Selasa (11/5) malam.
Terkait perkembangan perkara kliennya, terdakwa AS, sebagai penasihat hukum Fajar menyampaikan, bahwa tidak ada pembuktian apapun yang menyatakan, bahwa terjadi perbuatan curang terkait bijih timah yang tercampur terak tersebut.
“Karena memang dalam fakta persidangan, Klien kami terbukti tidak melakukan perbuatan curang, serta tidak adanya persekongkolan atau permufakatan jahat antara Klien kami dengan Terdakwa lainnya, untuk menerima bijih timah yang tercampur Terak. Dan juga kami sampaikan, bahwa Klien kami juga tidak pernah menerima sesuatu hadiah ataupun uang dari Terdakwa lainnya,” bebernya.
Lanjut Fajar, JPU menyatakan bijih timah yang tercampur terak tersebut tidak mempunya nilai (Value). Padahal fakta di persidangan, jelas bijih timah tersebut dapat dilakukan proses peleburan, dan dapat menghasilkan profit.
“Sehingga dalam hal ini, tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk PT Timah Tbk. Oleh sebab itu, tidak ada kerugian negara yang harus dikembalikan,” jelasnya.
Mengenai adanya statement dari warga yang menyatakan, bahwa terdakwa AS seharusnya dituntut lebih berat, Fajar menyatakan bahwa hal tersebut tidak perlu disikapi berlebihan.
“Kami memahami, bahwa dewasa ini arus informasi terkadang bias, dan berpotensi menyampaikan hal yang tidak faktual, dalam hal ini fakta persidangan terkait Klien kami. Sebagai pembaca, selayaknya kita juga harus selektif dalam mencerna informasi, dan cerdas dalam melihat dan memilah kredibilitas media yang menyajikan informasi,” imbuhnya.
Yang terpenting, masih kata Fajar, sesungguhnya kliennya terdakwa AS, tidak patut dan tidak layak dijadikan terdakwa dalam persidangan ini, karena tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan kliennya melakukan perbuatan melawan hukum, yang mengakibatkan kerugian negara.
“Dalam hukum pidana, tentunya harus memperhatikan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Akan tetapi dalam hal ini, Klien kami dimintakan pertanggungjawaban pidana, walaupun tidak melakukan kesalahan dalam hal penerimaan bijih timah yang mengandung terak tersebut,” kata Dia. (Romlan)