BANGKA — Dosen Kelautan Perikanan Universitas Bangka Belitung, Indra Ambalika, yang juga tim bagian dari restocking cumi mengatakan, restocking cumi yang dilakukan PT Timah terbilang berhasil.
Menurutnya, memang masih ditemui beberapa kendala seperti pakan, namun hal ini bisa diatasi dan terus diteliti.
“Anakan cumi yang kita lepas sekitar 250 ekor. Sebetulnya, sebelumnya sudah menetas sekitar 2000 ekor. Total presentase yang menetas lebih dari 80 persen dari potensi telur yang kita dapat, tingkat keberhasilan penetasan sekitar 80 persen,” ungkapnya.
Indra menjelaskan, anakan cumi yang dilepas berukuran sekitar 5-7 mili. Sengaja dilepaskan saat masih berukuran kecil, sehingga tahap penyesuaian dengan habitat alaminya lebih cepat, dan akan lebih survive dibandingkan jika dilepas saat sudah berukuran besar.
“Kalau dilepaskan saat masih kecil, kemampuan untuk bisa bertahan hidup dan menyesuaikan habitat alaminya lebih cepat. Kalau dilepaskan saat sudah besar ini berpotensi tidak bisa bertahan lama, karena biasanya kan makananya sudah ada. Kalau masih kecil sudah kita lepaskan di lait lebih survive,” bebernya.
Dikatakan Indra, timnya sengaja memilih telur cumi yang sudah tua untuk ditetaskan di wadah terkontrol, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menetas hanya sekitar 1-2 minggu.
“Kita juga nantinya akan melakukan monitoring untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilannya? Terutama untuk yang Aritificial Reef. Ini akan dilakukan sepanjang tahun, karena lokasi telur cumi ini ada di Artificial Reef. Tahun ini targetnya 20 ribu anakan cumi, ini setiap tahun akan bertambah,” kata Dia.
Dengan adanya restocking cumi ini lanjut Indra, diharapkan Cumi Bangka semakin lestari, nelayan bisa menangkap dan bisa menjadi hasil tangkapan utama, karena memang nilai ekonomisnya cukup tinggi.
Produksi Cumi Bangka juga akan semakin meningkat. Dan kedepan, juga bisa dijadikan kawasan wisata tempat cumi bertelur.
“PT Timah menjadi contoh reklamasi laut bagi kegiatan penambangan di Indoensia, sudah melakukan reklamasi dengan membuat habitat rumah ikan melalui Artificial Reef, lalu dilanjutkan dengan pengkayaan populasi,” demikian Indra. (*)