PANGKALPINANG — Cita-cita besar Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Erzaldi Rosman serta para pendahulu dan masyarakat petani untuk mengembalikan kejayaan lada Babel, akhirnya bisa terealisasi.
“Alhamdulillah, terealisasi dengan sebuah buku dari Kementerian Hukum dan HAM RI,” ungkap Ketua Tim Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian Perdagangan Lada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kombes Pol. Purn. Zaidan, Kamis (4/3) kemarin.
Zaidan membeberkan, Kamis petang kemarin, sejarah mencatat Bangka Belitung menerima perubahan “Buku Putih Indikasi Geografis Lada Putih Muntok atau Muntok White Pepper, dengan sertifikat IG No ID G-000 000 004 dari Kemenkumham RI cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
“Buku putih IG ini sebenarnya adalah milik masyarakat petani, yang sudah dilegasikan ke pada Badan Pengelola, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) untuk mengelolanya,” jelas Zaidan.
Sehingga dengan adanya IG ini, lanjut Zaidan, tata kelola lada serta semua lada yang diperdagangkan dari Provinsi Babel itu harus memakai IG yang dikeluarkan oleh Kemenkumham tadi. Maka mulai hari ini, tidak orang yang bisa mengirim lada sembarangan, ekspor lada sembarangan.
“Tidak bisa lagi sembarangan, sudah ada undang-undang dan dengan buku putih IG ini, harga tidak bisa lagi dimain-mainkan, karena sudah dibentuk Gubernur tim standarisasi harga. Ke depan semakin bagus, tidak bisa lagi orang main-main,” tegas Zaidan.
Buku putih yang diterbitkan oleh Kemenkumham RI pada tahun 2009, sempat mengalami koreksi dari BP3L dan TP4L yang baru, sehingga ada perubahan yang disesuaikan dengan Surat Keputusan Gubernur Babel, tentang pembentukan BP3L yang baru.
Oleh karena itu, untuk mengoperasionalkan IG dalam perdagangan lada Bangka Belitung, diperlukan suatu perubahan atau legalitas terhadap buku putih atau buku persyaratan IG yang dimaksud.
“Itupun (perubahan buku putih) kita sudah ajukan ke Kemenkumham sudah sekitar tiga bulan yang lalu, sehingga baru sekarang disetujui dan diserahkan kepada kita. Kemudian itu (buku putih) juga salah satu di antara pelengkap instrumen tata kelola lada Bangka Belitung,” terang Zaidan.
Dengan diterbitkannya buku putih, maka secara instrumen tata kelola lada menjadi hampir sempurna seperti sudah punya kantor pemasaran bersama, sudah punya BP3L, sudah ada TP4L untuk bidang pengawasan, kemudian ada penetapan standar harga, di samping ada AELI (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia), dan eksportir lainnya sehingga secara instrumen tata kelola itu hampir sempurna.
“Diharapkan, dengan tata kelola dan manajemen yang bagus ini, tekad Gubernur Kepulauan Bangka Belitung untuk mewujudkan kejayaan lada atau mengembalikan kejayaan lada yang pernah jaya di tahun 2013 sampai 2018, yang mencapai harga Rp 100 ribu/kilogram, dan alhamdulilah sesudah diperbaiki sistem tata kelolanya, sekarang sudah mencapai Rp 60 ribu sampai 70 ribu perkilogram, maka ini alhamdulillah akan terus diupayakan sehingga suatu saat, tidak lama lagi akan mencapai Rp 100 ribu perkilogram,” kata dia.
Masih kata Zaidan, ini adalah target jangka sedang yang harus diupayakan, agar masyarakat khususnya para petani menjadi petani yang sejahtera dan berdampak kepada perekonomian Bangka Belitung keseluruhan.
“Ini yang perlu kita upayakan bersama-sama, mudah-mudahan apa yang diinginkan pak gubernur melalui tangan kita ini bisa terlaksana dengan baik, mudah-mudahan Allah SWT meridhoi apa yang kita lakukan ini,” harapnya menandaskan. (*)