PANGKALPINANG – Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang melarang sekolah tingkat SMA / sederajat memungut Iuran Penyelenggaraan Pendidikan atau IPP, menuai tanggapan dari DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sekretaris Komisi IV DPRD DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Agam Dliya Ul-Haq, menilai kebijakan ini perlu disertai dengan solusi konkret agar tidak mengganggu operasional sekolah.
“Ada sekitar 200 lebih guru di Bangka Belitung yang selama ini menggantungkan pendapatannya dari IPP, karena tidak dibiayai oleh APBD maupun APBN,” ungkap Agam, Rabu (30/4/2025).
Ia mengatakan, IPP digunakan sekolah untuk membayar honor guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap yang tidak terdaftar di Badan Kepegawaian Negara.
Menurutnya, pelarangan ini perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
“Perlu ada kajian menyeluruh karena menyangkut pembiayaan hal-hal prinsipil yang tidak tercover oleh anggaran pusat maupun daerah,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Hidayat Arsani secara tegas menginstruksikan seluruh sekolah untuk tidak lagi memungut IPP dari siswa. Kebijakan tersebut diumumkan usai kunjungannya ke SMAN 2 Pangkalpinang, Senin (29/4/2025).
“Saya minta semua sekolah menghentikan pungutan IPP. Ini jelas bertentangan dengan aturan yang berlaku, jadi tolong ditaati,” tegasnya, Selasa (30/4/2025).
Hidayat Arsani juga menegaskan, Pemprov Babel akan mengalokasikan anggaran dari APBD untuk membayar tenaga pengajar dan pegawai sekolah yang terdampak penghentian IPP.
“Kami akan kaji ulang aturan ini dan memprioritaskan peningkatan kualitas pendidikan. Tidak perlu ada kekhawatiran,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Babel, Ervawi, menyampaikan pihaknya telah menindaklanjuti arahan gubernur dengan segera menginstruksikan seluruh SMA dan SMK di wilayahnya untuk menghentikan pungutan IPP.
“Setelah rapat bersama Kabid SMA dan Pelaksana Tugas Inspektorat, kami langsung keluarkan instruksi agar IPP tidak lagi dipungut. Instruksi ini berlaku untuk semua sekolah,” katanya.
Ervawi menjelaskan, sebelumnya besaran IPP bervariasi, maksimal Rp70.000 per siswa, tergantung pada kondisi sekolah dan kemampuan siswa. Banyak siswa dari keluarga tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Menurut Ervawi, IPP selama ini membantu menutup kekurangan dana operasional sekolah, yang belum sepenuhnya tertutupi oleh Bantuan Operasional Sekolah.
Dana IPP digunakan untuk kegiatan siswa, lomba, pengiriman delegasi, hingga honor untuk guru tambahan dan petugas keamanan.
“Anggaran BOS masih sangat terbatas, apalagi kondisi APBD kita kecil. Jadi IPP selama ini menjadi penopang operasional, terutama untuk kebutuhan yang tidak bisa dibiayai BOS atau APBD,” terangnya.
Sebagai informasi, IPP sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Namun, pelaksanaannya di lapangan kini kembali menjadi sorotan setelah adanya larangan resmi dari gubernur. (kabarbangka.com)
Gubernur Larangan Sekolah Pungut IPP, Komisi IV Minta Solusi Sebagai Pengganti
