Penulis: Samsiar Komar
Redaktur media portaldutaradio.com
Kolam retensi di Sungai Arang – Arang Jalan Kejaksaan, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat yang dibangun Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjadi harapan masyarakat Kampung Ulu untuk terhindar dari bencana banjir tahunan.
Proyek tersebut dimulai pada tahun April 2021 dikerjakan PT. Hersa Sukses Mandiri dengan nilai kontrak Rp12. 004.432.000, dan ditagetkan selesai pada 16 November 2021.
Namun tidak rampung tepat waktu dan sempat diperpanjang hingga 26 Desember 2021, tapi ternyata tidak mampu diselesaikan juga.
Setelah mangkrak kurang lebih setahun, selanjutnya proyek kolam retensi jilid II dilanjutkan oleh CV. Bangun Caka dengan nilai kontrak Rp. 6.158.798.000.
Ketika pembangunan jilid II rampung memasuki musim penghujan, kemampuan kolam retensi langsung diuji alam.
Hasilnya, benteng kedua Kampung Ulu setelah check dam Kampung Culong ini tidak mampu mengurangi banjir.
Malah setelah kolam ini ada, banjir sampai tujuh kali merendam Kampung Ulu dengan ketinggian air hingga dada orang dewasa.
Terakhir, di Januari 2024, air sungai meluap sampai ke depan Masjid Jamik, Mentok.
Kok kolam retensi yang digadang – gadang bisa meminimalisir banjir tidak berfungsi? Padahal sudah menelan biaya belasan miliar rupiah dari APBD provinsi. Apa penyebabnya sehingga banjir malah semakin menggila?
Sejumlah pihak dengan gampang mengkambinghitamkan penambang liar di Menumbing jadi penyebabnya pendangkalan sungai.
PUPR Babel pun lebih suka menuding faktor alam dan sedimentasi yang menjadi penyebab banjir masih melanda Kampung Ulu, tanpa menyentil sedikitpun “hasil karyanya” yang sedang santer menjadi soroton masyarakat Mentok dan awak media.
Memang benar, sedimentasi berkontribusi menjadi penyebab banjir dan aksi penambangan liar di kawasan Menumbing sebagai pelakunya, sampai saat ini belum bisa dituntaskan Pemkab Bangka Barat.
Sebab upaya meminimalkan banjir tidak akan ideal jika hanya mengandalkan kolam retensi, tanpa mempertimbangkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai.
Tapi, kolam retensinya sendiri harus dicermati juga, apakah sudah dikerjakan dengan benar dan dikaji dari berbagai aspek? Maka evaluasi harus dilakukan sebelum uang negara habis, sementara proyek yang dikerjakan tidak berfungsi seperti yang diharapkan dan menjadi pekerjaan yang sia-sia.
Memang kolam retensi belum bisa dikatakan gagal, sebab masih ada pembangunan jilid III yang akan dimulai pada April 2024 mendatang, dan direncanakan rampung akhir tahun. Kali ini Pemprov Babel menyiapkan anggaran 3,8 miliar.
Masyarakat Kampung Ulu masih harus bersabar menunggu kolam retensi benar-benar selesai seratus persen, sambil berdoa semoga hujan lebat dibarengi air laut pasang tidak terjadi lagi, termasuk hujan dengan durasi panjang yang bisa menyebabkan banjir.
Terakhir, Pemkab Bangka Barat juga tidak boleh tinggal diam dan harus berbuat sesuatu untuk mengantisipasi kemungkinan banjir kedelapan kalinya yang mungkin saja terjadi. (*)
Jangan Sampai Jadi Proyek Sia-sia
