BANGKA – Kondisi alur muara Air Kantung atau muara Jelitik semakin parah. Kondisi itu membuat nelayan yang menggunakan alur muara itu untuk pergi dan pulang melaut menjadi resah.
Namun hingga kini, sepertinya tidak ada tindakan kongkrit dari pemangku kepentingan dan pemilik kebijakan baik di kabupaten, provinsi sampai pusat.
“Terbukti, sampai sekarang belum ada tindakan nyata untuk membantu mengeruk alur muara itu. Ada perusahaan yang mau mengerjakan, tapi izinnya seperti dipersulit,” ungkap Albar, pelaku usaha perikanan di Sungailiat, Sabtu (25/01/2015).
Albar menuturkan, hanya pada kondisi air laut pasang besar saja perahu bisa lancar keluar masuk muara. Kalau air sedang konda (pasang dan surut kecil), perahu kecil seperti kolek-kolek saja tidak bisa lewat.
“Kalau sekarang konda sudah selesai, air mulai pasang besar. Mungkin 3-5 hari ke depan masih lancar lewat di muara. Tapi kalau air konda, kolek-kolek pun tidak bisa lewat di situ,” tuturnya.
Albar mengatakan, sejak dulu pekerjaan pengerukan dan pendalaman alur muara Jelitik itu dikerjakan oleh PT Pulomas Sentosa. Namun sejak izin lingkungan dicabut Gubernur Babel pada tahun 2021, perusahaan itu terpaksa menghentikan seluruh aktivitasnya.
“Sejak ditinggal PT Pulomas itu sudah banyak perusahaan yang mencoba melakukan pengerukan alur muara itu, tapi sampai sekarang belum ada yang mampu secara maksimal. Jadi tahun 2024 lalu Forkopimda sepakat menunjuk PT Pulomas lagi, baru terbuka lagi itu alur muara,” katanya.
Albar membeberkan, sejak April sampai September 2014, hampir 5 bulan PT Pulomas melakukan pengerukan alur muara Jelitik itu dengan biaya sendiri. Lebih dari 1 milyar keluar biayanya, namun hingga kini belum terlihat adanya perhatian atau kebijakan pemerintah terhadap perusahaan tersebut.
“Kalau tidak ada anggaran untuk biaya pengerukan, setidaknya pemerintah
bantulah perizinan PT Pulomas. Permudah proses izinnya, supaya perusahaan itu bisa bantu keruk alur muara dan bisa jual pasirnya. Hasilnya itu kan untuk biaya pengerukan alur muara itu juga,” bebernya.
Masih kata Albar, andaikan PT Pulomas mendapatkan keuntungan lebih dari penjualan pasir hasil pengerukan alur muara Jelitik, itu merupakan hal yang wajar.
“Bagi kami para nelayan ini, yang penting alur muara Jelitik itu bisa terbuka dan perahu bisa lancar lewat di sana. Wajar saja kalau perusahaan mau dapat untung. Justru kalau rugi kita turut prihatin. Karena pihak yang mau bantu kita malah merugi, tentunya kita juga bersimpati,” katanya.
“Kalau tidak bisa jual pasirnya, perusahaan manapun tidak akan bertahan lama ngeruk alur muara itu. Paling bertahan seminggu atau dua minggu lah, pasti berhenti mereka kerja karena terkendala di biaya operasional. Cuma PT Pulomas yang sanggup Berbulan-bulan kerja sosial dengan biaya sendiri,” demikian Albar. (R78)
Muara Dangkal Parah, Nelayan Resah
